AlQuran
adalah kitab terakhir yng diwahyukan Allah kepada nabi Muhammad yang telah terjamin keasliannya. Bagi saya
selaku umat islam, saya sangat meyakini bahwa Al-Qur’an kitab suci kami terjaga
keasliannya. Keasliannya Al-Qur’an ini dijamin sendiri oleh Allah dalam
firmanNya :
Telah
sempurnalah kalimat Tuhanmu (AlQuran) sebagai kalimat yang benar dan adil.
Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha
Mendenyar lagi Maha Mengetahui. (Qur’an Surat Al-An’am ayat 115)
Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur’an, dan sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya. (Qur’an Surat Al-Hijr ayat 9)
Beberapa
faktor pendorong yang menyebabkan AlQur’an itu selalu terjaga keaslian, yaitu:
Pertama. Al-Qur’an
ditulis oleh puluhan juru tulis wahyu langsung di bawah pengawasan Rasulullah
SAW. Beliau mendokumentasikan Al-Qur’an dalam bentuk tertulis sejak masa
turunnya wahyu. Karenanya, beliau menugaskan puluhan shahabat sebagai penulis
wahyu, antara lain: Abban bin Sa’id, Abu Ayyub Al-Ansari, Abu Umamah, Abu Bakar
As-Siddiq, Abu Hudzaifah, Abu Sufyan, Abu Salamah, Abu Abbas, Ubayy bin Ka’ab,
Al-Arqam, Usaid bin Al-Hudair, Khalid bin Sa’id, Khalid bin Al-Walid, Az-Zubair
bin Al-‘Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Tsabit, ‘Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin
Abi Thalib, ‘Umar bin Khatthab, ‘Amr ibn Al-’Ash, Mu’adz bin Jabal, Mu’awiyah,
Yazid bin Abi Sufyan, dll.
Saat wahyu
turun, secara rutin Rasulullah memanggil para penulis yang ditugaskan agar
mencatat ayat tersebut. Dalam hal penulisan ayat yang baru turun, Nabi memiliki
kebiasaan untuk meminta penulis wahyu untuk membaca ulang ayat tersebut setelah
menuliskannya. Menurut Zaid bin Tsabit, jika ada kesalahan dari penulisan maka
beliau yang membetulkannya, setelah selesai barulah Rasulullah membolehkan
menyebarkan ayat tersebut.
Kedua. Al-Qur’an dihafal oleh
para shahabat yang langsung belajar kepada Nabi Muhammad SAW,
Ketiga. Proses
pembukuan Al-Qur’an adalah penyalinan ayat-ayat yang mengacu pada tulisan dan
hafalan yang ditulis dan dihafal langsung di hadapan Rasulullah SAW semasa
hidupnya.
Sejarah penulisan Al-Qur’an dapat dibagi menjadi
dua periode yaitu :
1. Periode Mekkah
Periode ini merupakan periode ketika Nabi Muhammad
masih di Mekkah, sebelum hijrah ke Madinah. Periode ini merupakan periode
permulaan dakwah beliau.
Suatu hari ‘Umar keluar
rumah menenteng pedang terhunus hendak melibas leher Nabi Muhammad. Beberapa
sahabat sedang berkumpul dalam sebuah rumah di bukit Safa. Jumlah mereka
sekitar empat puluhan termasuk kaum wanita. Di antaranya adalah paman Nabi
Muhammad, Hamza, Abu Bakr, ‘All, dan juga lainnya yang tidak pergi berhijrah ke
Ethiopia. Nu’aim secara tak sengaja berpapasan dan bertanya ke mana ‘Umar
hendak pergi. “Saya hendak menghabisi Muhammad, manusia yang telah membuat
orang Quraish khianat terhadap agama nenek moyang dan mereka tercabik-cabik
serta ia (Muhammad) mencaci maki tata cara kehidupan, agama, dan tuhan-tuhan
kami. Sekarang akan aku libas dia.” “Engkau hanya akan menipu diri sendiri
`Umar, katanya.” “Jika engkau menganggap bahwa ban! `Abd Manaf mengizinkanmu
menapak di bumi ini hendak memutus nyawa Muhammad, lebih baik pulang temui
keluarga anda dan selesaikan permasalahan mereka.” `Umar pulang sambil
bertanya-tanya apa yang telah menimpa keluarganya. Nu’aim menjawab, “Saudara
ipar, keponakan yang bernama Sa`id serta adik perempuanmu telah mengikuti agama
baru yang dibawa Nabi Muhammad. Oleh karena itu, akan lebih baik jika anda kembali
menghubungi mereka.” `Umar cepat-cepat memburu iparnya di
rumah, tempat Khabba sedang membaca Surah Taha dari sepotong tulisan Al-Qur’an.
Saat mereka dengar suara ‘Umar, Khabba lari masuk ke kamar kecil, sedang Fatima
mengambil kertas kulit yang bertuliskan Al-Qur’an dan diletakkan di bawah
pahanya.
Cerita diatas terjadi saat
permulaan dakwah Nabi Muhammad di Makkah. Pada cerita diatas kita ketahui dapat
kita ambil kesimpulan bahwa pada saat itu ayat-ayat Al-Qur’an sudah mulai
didokumentasikan (pada kertas kulit).
Kenyataan bahwa ayat-ayat
Al-Qur’an sudah mulai ditulis pada saat di mekkah, pada awal-awal dakwah Nabi
juga dicatat oleh Al-Kattani : Sewaktu Rafi` bin Malik al-Ansari menghadiri baiah
al-’Aqaba, Nabi Muhammad menyerahkan semua ayat-ayat yang diturunkan pada
dasawarsa sebelumnya. Ketika kembali ke Madinah, Rafi` mengumpulkan semua
anggota sukunya dan membacakan di depan mereka.
Penulis wahyu pada periode ini antara lain
‘Abdullah bin Sa’d bin ‘Abi asSarh dan
Khalid bin Sa’id bin al-‘As. Khalid bin Sa’id bin al-‘As pernah mengatakan,
“Saya orang pertama yang menulis ‘Bismillah ar-Rahman arRahim’.
2. Periode Madinah
Pada periode
Madinah kita memiliki cukup banyak informasi termasuk sejumlah nama, lebih
kurang enam puluh lima sahabat yang ditugaskan oleh Nabi Muhammad bertindak
sebagai penulis wahyu. Mereka adalah Abban bin Sa’id, Abu Umama, Abu
Ayyub al-Ansari, Abu Bakr as-Siddiq, Abu Hudhaifa, Abu Sufyan, Abu Salama, Abu
‘Abbas, Ubayy bin Ka’b, al-Arqam, Usaid bin al-Hudair, Aus, Buraida, Bashir,
Thabit bin Qais, Ja` far bin Abi Talib, Jahm bin Sa’d, Suhaim, Hatib, Hudhaifa,
Husain, Hanzala, Huwaitib, Khalid bin Sa’id, Khalid bin al-Walid, az-Zubair bin
al-`Awwam, Zubair bin Arqam, Zaid bin Thabit, Sa’d bin ar-Rabi`, Sa’d bin
`Ubada, Sa’id bin Sa`id, Shurahbil bin Hasna, Talha, `Amir bin Fuhaira, `Abbas,
`Abdullah bin al-Arqam, `Abdullah bin Abi Bakr, `Abdullah bin Rawaha, Abdullah
bin Zaid, `Abdullah bin Sa’d, ‘Abdullah bin ‘Abdullah, ‘Abdullah bin ‘Amr,
‘Uthman bin ‘Affan, Uqba, al’Ala bin ‘Uqba, ‘All bin Abi Talib, ‘Umar bin
al-Khattab, ‘Amr bin al-’As, Muhammad bin Maslama, Mu’adh bin Jabal, Mu’awiya,
Ma’n bin ‘Adi, Mu’aqib bin Mughira, Mundhir, Muhajir, dan Yazid bin Abi Sufyan.
Saat wahyu
turun, Nabi Muhammad secara rutin memanggil para penulis yang ditugaskan agar
mencatat ayat itu.Zaid bin Thabit menceritakan sebagai ganti atau mewakili
peranan dalam Nabi Muhammad, la sering kali dipanggil diberi tugas penulisan
saat wahyu turun. Sewaktu ayat al-jihad turun, Nabi Muhammad memanggil Zaid bin
Thabit membawa tinta dan alat tulis dan kemudian mendiktekannya; ‘Amr bin
Um-Maktum al-A’ma duduk menanyakan kepada Nabi Muhammad, “Bagaimana tentang
saya? Karena saya sebagai orang yang buta.” Dan kemudian turun ayat, “ghair uli
al-darar” bagi orang-orang yang bukan
catat) . Saat tugas penulisan selesai, Zaid membaca ulang di depan Nabi
Muhammad agar yakin tak ada sisipan kata lain yang masuk ke dalam teks.
Setelah Nabi Muhammad Wafat
“Saat Nabi Muhammad wafat,
Al-Qur’an masih belum dikumpulkan dalam satuan bentuk buku.“
Di sini kita
perlu memperhatikan penggunaan kata ‘pengumpulan’ bukan ‘penulisan’.
Sebenarnya, Kitab Al-Qur’an telah ditulis seutuhnya sejak zaman Nabi Muhammad.
Hanya saja belum disatukan dan surah-surah yang ada juga masih belum tersusun.”
Kompilasi Al-Qur’an menjadi satu buah buku terjadi
pada saat pemerintahan khalifah Abu Bakar.
Zaid melaporkan:
Abu Bakar
memanggil saya setelah terjadi peristiwa pertempuran alYamama yang menelan
korban para sahabat sebagai shuhada. Kami melihat saat ‘Umar ibnul
Khattab bersamanya. Abu Bakr mulai berkata,” ‘Umar baru saja tiba menyampaikan
pendapat ini, ‘Dalam pertempuran al-Yamama telah menelan korban begitu besar
dari para penghafal AlQur’an (qurra’), dan kami khawatir hal yang serupa akan
terjadi dalam peperangan lain. Sebagai akibat, kemungkinan sebagian Al-Qur’an
akan musnah. Oleh karena itu, kami berpendapat agar dikeluarkan perintah
pengumpulan semua Al-Qur’an.” Abu Bakr menambahkan, “Saya katakan pada ‘Umar, ‘bagaimana
mungkin kami melakukan satu tindakan yang Nabi Muhammad tidak pernah
melakukan?’ ‘Umar menjawab, ‘Ini merupakan upaya terpuji terlepas dari
segalanya dan ia tidak berhenti menjawab sikap keberatan kami sehingga Allah
memberi kedamaian untuk melaksanakan dan pada akhirnya kami memiliki pendapat
serupa. Zaid! Anda seorang pemuda cerdik pandai, dan anda sudah terbiasa
menulis wahyu pada Nabi Muhammad, dan kami tidak melihat satu kelemahan pada
diri anda. Carilah semua Al-Qur’an agar dapat dirangkum seluruhnya.” Demi
Allah, Jika sekiranya mereka minta kami memindahkan sebuah gunung raksasa, hal
itu akan terasa lebih ringan dari apa yang mereka perintahkan pada saya
sekarang. Kami bertanya pada mereka, ‘Kenapa kalian berpendapat melakukan
sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad?’ Abu Bakr dan ‘Umar
bersikeras mengatakan bahwa hal itu boleh-boleh saja dan malah akan membawa
kebaikan. Mereka tak henti-henti menenangkan rasa keberatan yang ada hingga
akhirnya Allah menenangkan kami melakukan tugas itu, seperti Allah menenangkan
hati Abu Bakr dan ‘Umar.
Mushaf Usmani
Al-Qur’an yang
berada ditangan umat muslim sekarang sering disebut sebagai Mushaf Usmani
karena berkat jasa Usman-lah Al-Qur’an terjaga dari banyak versi penulisan.
Sering terjadi fitnah kepada umat islam kalau Al-Qur’an yang ada sekarang
merupakan Al-Qur’an versi Usman bin Affan, berbeda dengan Al-Qur’an pada zaman
Nabi Muhammad karena pada zaman Usman Qur’an-qur’an yang ada dibakar kemudian
hanya versi Usman yang dibiarkan tetap ada. Tuduhan ini tentu saja tidak
berdasar. Pada saat Usman bin Affan, Islam sudah tersebar luas sampai ke
propinsi lain. Berangkat dari suku kabilah dan provinsi yang beragam, Al-Qur’an
diajarkan dalam dialek masing-masing daerah tersebut, karena dirasa sulit untuk
meninggalkan dialeknya secara spontan. Oleh sebab itu, banyak versi Al-Qur’an
yang ditulis dengan banyak dialek berbeda-beda. Khalifah Usman tidak setuju
akan hal ini, karena dengan penulisan Al-Qur’an dalam bermacam dialek tentu
saja akan membuat perubahan arti atau salah penafsiran terhadap kata-kata
Al-Qur’an.
Hudhaifa bin
al-Yaman dari perbatasan Azerbaijan dan Armenia, yang telah menyatukan kekuatan
perang Irak dengan pasukan perang Suriah, pergi menemui ‘uthman, setelah
melihat perbedaan di kalangan umat Islam di beberapa wilayah dalam membaca
Al-Qur’an. Perbedaan yang dapat mengancam lahimya perpecahan. “Oh khalifah,
dia menasihati, ‘Ambillah tindakan untuk umat ini sebelum berselisih tentang
kitab mereka seperti orang Kristen dan Yahudi.’
Adanya
perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an sebenarnya bukan barang baru sebab ‘umar sudah
mengantisipasi bahaya perbedaan ini sejak zaman pemerintahannya. Dengan
mengutus Ibn Mas’ud ke Irak, setelah ‘umar diberitahukan bahwa dia mengajarkan
AI-Qur’an dalam dialek Hudhail (sebagaimana Ibn Mas’ud mempelajarinya), dan
‘umar tampak naik pitam:
AI-Qur’an telah
diturunkan dalam dialek Quraish, maka ajarkanlah menggunakan dialek Quraish,
bukan menggunakan dialek Hudhail.
Hudhaifa bin
al-Yaman mengingatkan khalifah pada tahun 25 H dan pada tahun itu juga ‘Uthman
menyelesaikan masalah perbedaan yang ada sampai tuntas. Beliau mengumpulkan
umat Islam dan menerangkan masalah perbedaan dalam bacaan AI-Qur’an sekaligus
meminta pendapat mereka tentang bacaan dalam beberapa dialek, walaupun beliau
sadar bahwa beberapa orang akan menganggap bahwa dialek tertentu lebih unggul
sesuai dengan afliasi kesukuan. Ketika ditanya pendapatnya sendiri beliau
menjawab (sebagaimana diceritakan oleh ‘Ali bin Abi Talib),
“Saya tahu bahwa kita ingin
menyatukan manusia (umat Islam) pada satu Mushaf (dengan satu dialek) oleh
sebab itu tidak akan ada perbedaan dan perselisihan” dan kami menyatakan
“sebagai usulan yang sangat baik).”
Khalifah Usman
bin Affan kemudian memperbanyak Al-Qur’an berdasarkan naskah asli yang ditulis
pada zaman Nabi yang disipan di rumah Hafsa, Istri Nabi SAW. AI-Bara’
meriwayatkan: Kemudian ‘Usman mengirim surat kepada Hafsa yang menyatakan.
“Kirimkanlah Suhuf kepada kami agar kami dapat membuat naskah yang sempurna dan
kemudian Suhuf akan kami kembalikan kepada anda.” Hafsa lalu mengirimkannya
kepada ‘Uthman, yang memerintahkan Zaid bin Thabit, `Abdullah bin az-Zubair,
Sa’id bin al-’As, dan ‘AbdurRahman bin al-Harith bin Hisham agar memperbanyak
salinan (duplicate) naskah. Beliau memberitahukan kepada tiga orang
Quraishi, “Kalau kalian tidak setuju dengan Zaid bin Thabit perihal apa saja
mengenai Al-Qur’an, tulislah dalam dialek Quraish sebagaimana Al-Qur’an telah
diturunkan dalam logat mereka.” Kemudian mereka berbuat demikian, dan ketika
mereka selesai membuat beberapa salinan naskah `Uthman mengembalikan Suhuf itu
kepada Hafsa
Beberapa ayat AlQuran yang menjelaskan tentang
kebenaran AlQuran :
* Surat An-Nisaa 4:82
Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Qur'an? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.
* Surat
Ali-Imran 3:2-3
[2] Allah, tidak
ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang Hidup kekal lagi terus
menerus mengurus makhluk-Nya.
[3] Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan
kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
* Surat
An-Nisaa 4:136
Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah
turunkan sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.
* Surat Al
Maidah 5:68
Katakanlah:
"Hai Ahli Kitab, kamu tidak dipandang beragama sedikit pun hingga kamu
menegakkan ajaran-ajaran Taurat, Injil dan Al Qur'an yang diturunkan kepadamu
dari Tuhanmu". Sesungguhnya apa yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari
Tuhanmu akan menambah kedurhakaan dan kekafiran kepada kebanyakan dari mereka;
maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir itu.
^-^ KESIMPULAN
Jadi
dapat disimpulkan bahwa Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, ayat Al-Qur’an sudah
mulai ditulis. Para sahabat Nabi pun banyak yang khatam (hafal) Al-Qur’an, dan
kebiasaan untuk menghapal Al-Qur’an itu terwarisi sehingga banyak orang-orang
yang hafal seluruh teks Al-Qur’an (Hafiz Qur’an) hingga saat ini. Pada saat
penulisan Al-Qur’an pun Nabi selalu mengecek kembali apakah benar yang
dituliskan sahabat pada suhuf-suhuf. Nabi pun sering meminta
dibacakan ayat Al-Qur’an didepan dirinya.
AlQur’an akan selalu terjaga
keasliannya karena alQuran in adalah petunjuk hidup yang di wahyukan Allah
kepada nabi Muhammad SAW yang mengandung kalimat yang benar dan adil. Sehingga dapat diaplikasikan oleh
manusia dalam menjalani kehidupnya. Al Qur'an sampai sekarang masih asli karena
Al Qur'an sudah dijamin keasliannya oleh Allah dan sampai sekarang masih banyak
orang yang mampu menghapal Al–Qur’an 30 Juz (dari dulu hingga sekarang, selalu
ada hafidz (orang yang hafal Al Qur'an) sehingga jika ada perubahan satu
katapun, mereka akan segera mengkoreksinya).