BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Energi merupakan kemampuan untuk melakukan kerja (misalnya untuk
energi listrik dan mekanika), daya (kekuatan) yg dapat digunakan untuk
melakukan berbagai proses kegiatan, misalnya dapat merupakan bagian suatu bahan
atau tidak terikat pada bahan (spt sinar matahari), tenaga. Energi
di alam semesta memiliki berbagai macam cakupan, seperti energi mekanis, nuklir, potensial, masih banyak lagi. Namun, pada pembahasan
makalah ini lebih menjurus pada energi bebas dalam hubungannya dengan
termodinamika. Parameter termodinamika
untuk perubahan keadaan diperlukan untuk mendeskripsikan ikatan kimia, sruktur
dan reaksi. Pengetahuan termodinamika sederhana sangat bermanfaat untuk
memutuskan apakah struktur suatu senyawa akan stabil, kemungkinan kespontanan
reaksi, perhitungan kalor reaksi, penentuan mekanisme reaksi dan pemahaman
elektrokimia.
Sistem dalam termodinamika adalah obyek
atau kawasan yang
menjadi perhatian kita. Kawasan di luar sistem disebut lingkungan.
Sistem mungkin berupa sejumlah materi atau suatu daerah yang kita bayangkan
dibatasi oleh suatu bidang batas, yaitu bidang yang membatasi
sistem terhadap lingkungannya. Bidang batas ini dapat kita bayangkan pula mampu
mengisolasi sistem dari lingkungannya ataupun memberikan suatu cara interaksi
tertentu antara sistem dan lingkungannya.
Jika sistem
terisolasi maka
ia tidak dapat
dipengaruhi oleh lingkungannya.
Walaupun demikian perubahan-perubahan mungkin saja terjadi
di dalam sistem .
Perubahan-perubahan
tersebut misalnya temperatur
dan tekanan. Namun demikian perubahan yang terjadi dalam
sistem yang terisolasi seperti ini tidak dapat berlangsung terus tanpa batas;
suatu saat akan tercapai kondisi keseimbangan internal yaitu kondisi di mana
perubahan- perubahan dalam sistem sudah berhenti. umum adalah sumber energi
yang dapat dengan cepat dipulihkan kembali secara alami, dan prosesnya
berkelanjutan. Pembahasan dalam esai ini
lebih menuju pada energi Bebas Gibbs (∆G) dan energi bebas Helmholtz(∆A)
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanaka energi bebas gibbs dan
energi bebas helmholtz dalam lingkungan?
2.
Apa sajakah faktor-faktor yang
menyebabkan perubahan energi bebas dalam hubungannya dengan perubahan entalpi
dan entropi?
3.
Bagaimanakah definisi energi bebas gibbs
dan helmholt?
C. TUJUAN
1.
Mengetahui energi bebas gibbs dan energi
bebas helmholtz dalam lingkungan
2.
Mngetahui faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan energi bebas dalam hubungannya dengan perubahan entalpi dan entropi
3.
Mengetahui definisi energi bebas gibbs
dan helmholtz
BAB II
PEMBAHASAN
A. ENERGI BEBAS GIBBS
Hukum
kedua termodinamika menyatakan bahwa reaksi spontan akan meningkatkan entropi
semesta, artinya, ∆Suniv> 0. Namun untuk menetapkan tanda ∆Suniv
suatu reaksi, kita perlu menghitung baik ∆Ssis maupun ∆Ssurr.
Namun yang biasanya kita perhatikan hanyalah apa-apa yang terjadi dalam sistem
tertentu, dan perhitungan ∆Ssurr bisa saja cukup sulit. Untuk itu,
kita biasanya memakai fungsi termodinamika lain untuk
membantu kita menetapkan apakah reaksi akan terjadi spontan jika kita hanya
melihat sistem itu sendiri.
Dari Persamaan proses
spontan, kita mengetahui bahwa untuk proses spontan, kita mempunyai
∆Suniv
= ∆Ssis + ∆Ssurr >0
Dengan mensubstitusikan -∆Hsis
/T pada ∆Ssurr, kita tuliskan
∆Suniv
= ∆Ssis - >0
Dengan mengalikan kedua
sisi persamaan dengan T akan dihasilkan
T∆Suniv = -∆Hsis + T∆Ssis > 0
Telah
didapatkan satu kriteria untuk reaksi spontan yang dinyatakan hanya dalam
sifat-sifat sistem itu (∆Hsis
+ ∆Ssis) sehingga kita bisa mengabaikan
lingkungan. Untuk mudahnya, kita dapat mengubah persamaan di atas, mengalikan
semua dengan -1 dan mengganti tanda > dengan <:
-T∆Suniv = ∆Hsis
- T∆Ssis < 0
Persamaan
ini menyatakan bahwa untuk proses yang dilaksanakan pada tekanan konstan dan
suhu T, jika perubahan entalpi dan entropi sistem itu sedemikian rupa sehingga ∆Hsis - T∆Ssis lebih
kecil daripada nol, maka proses itu haruslah spontan.
Untuk menyatakan
kespontanan reaksi secara lebih langsung, kita dapat menggunakan satu fungsi
termodinamik lain yang disebut Energi Bebas Gibbs (G), atau
lebih singkatnya energi
bebas (dari nama fisikawan Amerika Josiah Willard Gibbs):
G =
H - TS
Semua
kuantitas dalam Persamaan di atas, berhubungan dengan sistem, dan T adalah
suhu sistem. Dapat dilihat bahwa G mempunyai satuan energi (baik H maupun
TS adalah dalam satuan energi). Sama seperti H dan S, G adalah
fungsi keadaan.
Perubahan energi
bebas (∆G) suatu sistem pada proses pada suhu tetap ialah
∆G = ∆H - T∆S
Dalam
konteks ini, energi bebas ialah energi yang tersedia untuk melakukan kerja. Jadi, jika suatu
reaksi diiringi dengan pelepasan energi yang berguna (dengan kata lain, jika ∆G
negatif), kenyataan ini sendiri saja sudah menjamin bahwa reaksinya spontan, dan
tak perlu mengkhawatirkan bagian lain dari semesta.
Perhatikan
bahwa kita semata-mata hanya menyusun-ulang rumus untuk perubahan entropi semesta, menghilangkan ∆Suniv
dan mempersamakan perubahan energi bebas dari sistem itu (∆G) dengan -T∆Suniv, sehingga
dapat memfokuskan perhatian pada perubahan dalam sistem. Ringkasan syarat-syarat untuk kespontanan dan kesetimbangan pada suhu dan tekanan tetap
dari segi ∆G:
§ ∆G < 0 Reaksi spontan ke
arah depan
§ ∆G > 0 Reaksi nonspontan.
Reaksi ini spontan pada arah yang berlawanan.
§ ∆G = 0 Sistem berada pada
kesetimbangan. Tidak ada perubahan bersih.
a. Perubahan Energi-bebas
Standar
Energi-bebas reaksi standar (∆G°rxn) ialah perubahan
energi-bebas untuk reaksi bila reaksi itu
terjadi pada kondisi keadaan standar, artinya, bila reaktan berada dalam
keadaan standarnya diubah menjadi produk dalam keadaan standarnya.
Tabel dibawah ini meringkas konvensi
yang digunakan para kimiawan untuk mendefinisikan keadaan standar zat murni serta larutan. Untuk menghitung ∆G°rxn, mulai dengan persamaan
aA
+ bB cC + dD
Perubahan energi-bebas standar untuk reaksi ini ialah
∆G°rxn = [ c∆G°f(C) + d∆G° f (D) ] - [ a∆G° f (A) + b∆G° f (B) ]
atau, secara umum,
∆G°rxn = ∑n∆G°f
(produk) - ∑m∆G°f (reaktan)
di mana m dan n adalah
koefisien stoikiometri. Suku ∆G°f
adalah energi-bebas pembentukan
standar dari senyawa, artinya, perubahan
energi-bebas yang terjadi bila 1 mol senyawa disintesis dari unsur-unsurnya
dalam keadaan standarnya. Untuk pembakaran grafit:
C(grafit) + O2(g)
——> CO2(g)
perubahan energi-bebas standarnya
ialah
∆G°rxn = ∆G°f (CO2) - [ ∆G°f (C, grafit) + ∆G°f (O2) ]
Seperti pada entalpi pembentukan standar, kita
definisikan energi bebas pembentukan standar setiap unsur dalam bentuk
stabilnya adalah nol. Jadi,
∆G°rxn (C, grafit) = 0 dan
∆G°f (O2)
= 0
Dengan demikian, perubahan energi-bebas standar
untuk reaksi dalam kasus ini sama nilainya dengan energi bebas pembentukan
standar CO2:
∆G°rxn = ∆G°f (CO2)
Perhatikan bahwa ∆G°rxn dalam
satuan kJ, tetapi ∆G°f dalam kJ/mol. Persamaan ini berlaku karena
koefisien di depan ∆G°f (dalam hal ini 1) mempunyai satuan
"mol."
b.
Penerapan Rumus ∆G = ∆H - T∆S
Untuk
memprediksi tanda ∆G, berdasarkan Persamaan di atas, perlu
diketahui baik ∆H maupun ∆S. ∆H negatif (reaksi
eksotermik) dan ∆S positif (reaksi yang menyebabkan peningkatan ketidakteraturan sistem)
cenderung akan membuat ∆G negatif, meskipun suhu dapat juga mempengaruhi arah dari
suatu reaksi spontan. Empat kemungkinan hasil dari hubungan ini ialah:
• Jika ∆H maupun ∆S positif,
maka ∆G akan negatif hanya bila suku T∆S lebih besar angkanya dibandingkan ∆H. Kondisi ini dijumpai bila T besar.
•
Jika ∆H positif dan ∆S negatif, ∆G akan selalu positif, berapa pun suhunya.
•
Jika ∆H negatif dan ∆S ositif, maka ∆G akan selalu negatif
berapa pun suhunya.
•
Jika ∆H negatif dan ∆S negatif, maka ∆G akan negatif hanya bila T∆S lebih kecil
angkanya dibandingkan ∆H. Kondisi ini terjadi jika T kecil.
Suhu-suhu yang akan menyebabkan ∆G negatif untuk
kasus pertama dan terakhir bergantung pada nilai
aktual dari ∆H dan ∆S dari sistem. Di bawah ini meringkas
pengaruh dari kemungkinan-kemungkinan yang
baru dibahas ini.
c. Suhu dan Reaksi Kimia
Kalsium
oksida (CaO), juga disebut kapur tohor (quicklime), adalah zat anorganik
yang sangat berharga dan digunakan dalam pembuatan
baja, produksi logam kalsium, industri kertas,
pengolahan air, dan pengendalian pencemaran. Bahan ini dibuat dengan cara menguraikan batu kapur (CaCO3, batu
gamping) di dalam sebuah tanur bakar (kiln) pada suhu tinggi):
CaCO3
↔ CaO(s) + CO2
(g)
Reaksi ini reversibel,
dan CaO mudah bergabung dengan CO2 untuk membentuk CaCO3.
Tekanan CO2 dalam kesetimbangan dengan CaCO3 dan CaO
meningkat dengan meningkatnya suhu. Dalam pembuatan di kapur tohor di pabrik,
sistemnya tak pernah dijaga pada kesetimbangan; sebaliknya, CO2
terus-menerus diambil dari tanur untuk menggeser kesetimbangan dari kiri ke
kanan, sehingga meningkatkan pembentukan kalsium oksida.
Informasi penting untuk kimiawan
praktisi ialah suhu pada saat CaCO3 yang terurai cukup banyak
(artinya, suhu pada saat reaksi menjadi spontan).
Kita dapat membuat
perkiraan yang baik untuk suhu tersebut sebagai berikut. Mula-mula kita hitung ∆H° dan ∆S° reaksi pada 25°C, “menggunakan data dari Lampiran 2 buku
raymond chang jilid 2 hal.308. (∆H°f(CaO) = -635,6 kJ/mol), (∆H°f
(CO2) = -393,5
kJ/mol ), (∆H°f
(CaCO3) = -393,5 kJ/mol ), (S°(CaO)
= 39,8 J/K • mol), ( S°(CO2) = 213,6 J/K • mol), ( S°(CaCO3) = 92,9 J/K • mol)
Untuk menentukan AH°
kita gunakan Persamaan :
∆H° = [∆H°f(CaO) + [∆H°f
(CO2)] -
[∆H°f (CaCO3)]
= [(1 mol)(-635,6 kJ/mol) + (1
mol)(-393,5 kJ/mol)] - [(1 mol)(-1206,9 kJ/mol)]
= 177,8 kJ
Kemudian kita terapkan
Persamaan untuk mencari ∆S° :
∆S° = [S°(CaO) + S°(CO2)] - [S°(CaCO3)]
=
[(1 mol)(39,8 J/K • mol) + (1 mol)(213,6 J/K • mol)] - [(1 mol)(92,9 J/K •
mol)]
=
160,5 J/K
Untuk
reaksi yang dilakukan pada kondisi-kondisi keadaan-standar, gunakan Persamaan:
∆G° = ∆H° - T∆S°
sehingga kita peroleh
∆G° = 177,8 kJ - (298 K)( 160,5 J/K) (1 kJ/1000 J)
= 130,0 kJ
Karena ∆G° adalah kuantitas positif yang besar, kita
simpulkan bahwa reaksi sulit terjadi pada 25°C (atau 298 K). Untuk membuat ∆G° negatif,
pertama-tama cari suhu pada saat ∆G° nol; artinya,
0 = ∆H° - T∆S°
T =
Atau
= 1108 K atau 835°C
Pada suhu yang lebih
tinggi dari 835°C, ∆G° menjadi negatif,
menunjukkan bahwa penguraiannya spontan. Contohnya, pada 840°C, atau 1113 K,
∆G° = ∆H° - T∆S°
= 177,8 kJ - (1113 K)(160,5
J/K) (1 kJ/1000 J)
= -0,8 kJ
Terdapat dua hal
penting dalam perhitungan ini. Pertama, kita menggunakan nilai ∆H° dan ∆S° pada 25 °C untuk menghitung
perubahan yang terjadi pada suhu yang jauh lebih tinggi. Karena ∆H° maupun ∆S berubah terhadap suhu, pendekatan ini tidak akan menghasilkan
nilai ∆G° yang akurat, namun cukup baik untuk perkiraan kasar. Kedua,
jangan salah berpikir bahwa tidak terjadi apa-apa pada suhu di bawah 835°C dan
bahwa pada 835°C CaCO3 tiba-tiba mulai mengurai. Jauh dari itu.
Kenyataan bahwa ∆G° bernilai positif pada suhu di bawah 835°C bukan berarti tidak ada
CO2 yang dihasilkan, melainkan bahwa tekanan gas CO2 yang
terbentuk pada suhu tersebut akan berada di bawah 1 atm (nilai
keadaan-standarnya; lihat Tabel 1). Seperti ditunjukkan pada Gambar 1, tekanan
CO2 pada mulanya meningkat perlahan dengan meningkatnya suhu;
tekanan ini menjadi mudah diukur di atas 700°C. Pengaruh 835°C ialah bahwa ini
adalah suhu pada saat tekanan kesetimbangan CO2 mencapai 1 atm. Di
atas 835°C, tekanan kesetimbangan CO2 melebihi 1 atm. Jika sistem
berada pada kesetimbangan, maka tidak ada kecenderungan untuk terjadi perubahan
spontan pada kedua arah. Syarat ∆G° = 0 berlaku pada transisi fasa apa saja.
d.
Transisi Fasa
Pada suhu sewaktu transisi fasa terjadi
(titik leleh atau titik didih), sistem berada pada kesetimbangan (∆G = 0), sehingga Persamaan menjadi
0 =
∆H° - T∆S°
∆S° =
Coba
lihat kesetimbangan es-air. Untuk transisi
es→air, ∆H adalah kalor lebur
molar (6010 J/mol) dan T adalah titik leleh. Maka entropi
perubahannya adalah
∆Ses→air =
= 22,0 J/K • mol
Jadi, ketika 1 mol es meleleh pada 0°C, terdapat kenaikan entropi
sebesar 22,0 J/K. Kenaikan entropi konsisten dengan peningkatan
ketidakteraturan dari padatan ke cairan. Sebaliknya,
untuk transisi air →es, penurunan entropi adalah
∆Ses→air = -
= -22,0 J/K • mol
Di
laboratorium, kita biasanya melakukan perubahan ke satu arah saja, artinya,
hanya dari es menjadi air atau air menjadi es. Kita dapat menghitung perubahan
entropi d'alam setiap kasus dengan menggunakan persamaan AS = AH/T asalkan
suhu tetap pada 0°C. Prosedur yang sama dapat
diterapkan pada transisi air-uap. Dalam kasus ini, AH adalah kalor penguapan dan T adalah titik didih air.
B. ENERGI BEBAS
HELMHOLTZ
Kelvin memformulasikan bahwa
pada umumnya alam
tidak memperkenankan panas dikonversikan menjadi kerja tanpa disertai oleh
perubahan besaran yang lain. Kalau formulasi Kelvin ini kita bandingkan dengan
pernyataan Hukum Thermodinamika Ke-dua, maka besaran lain yang berubah
yang menyertai konversi panas
menjadi kerja adalah
perubahan entropi. Perubahan neto entropi, yangnselalu meningkat dalam suatu
proses, merupakan energi yang tidak dapat diubah menjadi kerja, atau biasa disebut
energi yang
tak dapat diperoleh (unavailable energy).
Sesuai
Hukum Thermodinamika Pertama, jika kita masukkan energi panas ke dalam sistem
dengan maksud untuk mengekstraknya menjadi kerja maka yang bisa kita peroleh
dalam bentuk kerja adalah energi yang masuk ke sistem dikurangi energi yang tak
bisa diperoleh, yang terkait dengan entropi. Karena mengubah energi menjadi
kerja adalah proses irreversible, sedangkan dalam proses irreversible entropi
selalu meningkat, maka energi yang tak dapat diperoleh adalah TS di mana S adalah entropi
dan T adalah temperatur
dalam kondisi keseimbangan.
Energi yang
bisa diperoleh disebut
energi bebas yang
yang diformulasikan oleh Helmholtz
sebagai
A = E − TS
A disebut
Helmholtz
Free Energy. E adalah energi
internal. Jika persamaan ini
dideferensiasi
diperoleh
dA ≡ dE − TdS − SdT
Penerapan
hukum thermodinamika pertama memberikan persamaan dSlingkungan = yang dapat kita tuliskan dE = dq
− dw sedangkan definisi entropi
dinyatakan oleh persamaan dSsistem = , maka dA
≡ dE − TdS – SdT, maka dapat
dituliskan
dA = dq – dw − dqrev − SdT
Jika
temperatur konstan dan tidak ada kerja yang dilakukan oleh sistem pada
lingkungan maupun dari lingkungan pada sistem, maka persamaan di atas menjadi
dA│w,T = dq − dq rev
Karena dq ≤ dq
rev menurut hukum
Thermodinamika Ke-dua, maka
dA│w , T ≤ 0
Jadi pada proses isothermal di mana
tidak ada kerja, energi bebas Helmholtz menurun dalam semua proses alamiah dan
mencapai nilai minimum setelah mencapai
keseimbangan. Pernyataan ini mengingatkan kita pada peristiwa dua
atom yang saling berdekatan membentuk ikatan atom. Ikatan terbentuk pada posisi
keseimbangan yang merupakan posisi di mana energi potensial kedua atom mencapai
nilai minimum. Demikian pula halnya dengan sejumlah atom yang tersusun menjadi
susunan kristal; energi potensial total atom-atom ini mencapai nilai minimum.
Melalui analogi ini, energi bebas dipahami juga sebagai
potensial thermodinamik.
Membuat
temperatur konstan dalam suatu proses bisa dilakukan di laboratorium. Tetapi
tidaklah mudah membuat sistem tidak memuai pada waktu energi panas masuk ke
dalamnya. Lagi pula sekiranya pemuaian dapat diabaikan seperti pada kasus
pemanasan dielektrik, polimerisasi ataupun depolimerisasi akan terjadi di dalam
dielektrik sehingga kerja selalu diperlukan.
BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
Entalpi Karena
entalpi adalah kandungan kalor sistem dalam tekanan tetap,
perubahan ∆H bernilai negatif untuk reaksi eksoterm, dan positif untuk
reaksi endoterm.
Entropi (S) Entropi
adalah fungsi keadaan, dan merupakan kriteria yang menentukan apakah suatu
keadaan dapat dicapai dengan spontan dari keadaan lain.
Energi
Bebas Gibbs (G), fungsi termodinamik yang menyatakan
kespontanan reaksi secara lebih langsung, dengan rumus umum dalam suatu sitem ∆G = ∆H - T∆S, dengan suhu yang tetap.
Energi Bebas Helmholtz (A), adalah selisih
perubahan energi internal terhadap suhu dan entropi, Karena perubahan energi
menjadi kerja adalah proses irreversible, sedangkan dalam proses irreversible
entropi selalu meningkat, maka energi yang tak dapat diperoleh adalah TS di mana S adalah entropi
dan T adalah temperatur
dalam kondisi keseimbangan, sehingga didapatkan rumus umumnya, A = E – TS.
.
1 komentar:
Sip
Posting Komentar