BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP)
antara lain analgesik kerja pusat (terutama opioid), senyawa antiepileptik dan
antiparkinson, dan juga obat untuk gangguan psikiatri. Obat-obatan yang
diperoleh dari tanaman memiliki peran penting di bidang ini, meskipun tidak
untuk swamedikasi. Obat-obat ini juga telah lama menarik perhatian, sebagai
contoh, obat antipsikotik reserpin, yang diisolasi dari spesies Rauwolfia,
menimbulkan revolusi pada pengobatanskizofrenia dan memungkinkan banyak pasien
tidak perlu rawat inap sebelum diberikan senyawa fenotiazin (seperti
klor-promazin) dan antipsikotik atipikal terbaru (olanzapin dan risperidon).
Akan, tetapi, reserpin menurunkan kadar neurotransmiter dalam otak (reserpin
digunakan sebagai alat farmakologi dalam ilmu saraf untuk tujuan ini) sehingga
dapat menyebabkan depresi yang parah, dan baru-baru dikaitkan dengan muncul nya
kanker payudara. Saat ini tidak ada antipsikotik berguna yang diperoleh dari
tanaman dan tidak akan dibahas di sini. Pada
kasus penykit demensia dan alzaimer, bahan alam baru yang sedang dikembangkan,
seperti galantamin (dari tanaman snowdrop,
Galanthus nivalis) dan turunan fisostigmin (misalnya rivastigmin), yang merupakan
inhibitor kolinesterase. Beberapa herba tradisional, seperti sage dan rosemary,
memiliki efek yang mirip, tetaoi lebih ringan dan kini sedang diteliti untuk
meperbaiki ingatan. Ginkgo biloba memiliki efek meningkatkan konsentrasi dan
dapat digunakan untuk bentuk demensia ringan.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimanakah
Crude drug dan ekstrak dari bahan-bahan alam yang digunakan untuk sistem syaraf
pusat ini?
2.
Apa
sajakah Kandungan kimia, analisis dan farmakokinetiknya dari bahan-bahan alam
yang digunakan untuk sistem syaraf pusat ini?
3.
Bagaimanakah
pengujiannya pada hewan dan manusia (farmakologi dan toksikologi) serta Efikasi
klinis pada manusia?
4.
Apakah
indikasi, dosis, efek samping, kontraindikasi, signifikansi terapetik dari
bahan-bahan alam yang digunakan untuk sistem syaraf pusat ini?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
Crude drug dan ekstrak dari bahan-bahan alam yang digunakan untuk sistem syaraf
pusat
2.
Mengetahui
Kandungan kimia, analisis dan farmakokinetiknya dari bahan-bahan alam yang
digunakan untuk sistem syaraf pusat ini
3.
Mengetahui
pengujiannya pada hewan dan manusia (farmakologi dan toksikologi) serta Efikasi
klinis pada manusia
4.
Mengetahui
indikasi, dosis, efek samping, kontraindikasi, signifikansi terapetik dari
bahan-bahan alam yang digunakan untuk sistem syaraf pusat ini
B AB I
PEMBAHASAN
St
John's wort
|
|
Kingdom
:
|
|
(unranked)
:
|
|
(unranked)
:
|
|
(unranked)
:
|
|
Order :
|
|
Family
:
|
|
Genus
:
|
|
Species
:
|
H. perforatum
|
Hypericum perforatum
L. |
A. St.
John’s Wort,
Hipericy Herba (Antidepresan)
Tumbuhan dan Obat
St
John's wort (Hypericaceae) memiliki riwayat panjang
tentang penggunaannya sebagai obat, terutama sebagai 'tonik saraf' dan untuk
pengobatan gangguan saraf. St John's wort
merupakan tanaman herba perenial yang berasal dari Eropa dan Asia. Nama St
John's wort dapat berasal dari bunga yang mekar di akhir bulan Juni sekitar hari
St john (24 Juni). Produk herbal yang mengandung St John's wort merupakan salah satu sediaan herbal paling laris di
negara maju pada beberapa tahun belakangan ini. Herba keringnya (terutama
terdiri atas kelopak berbunga, termasuk daun, kuncup yang belum mekar, dan
bunga) merupakan bagian tanaman yang banyak digunakan sebagai obat.
Kandungan Kimia
Awalnya, hiperisin
(senyawa naftodiantron) dianggap sebagai kandungan antidepresan St john's wort, meskipun hasil
eksperimen dan klinis membuktikan bahwa hiperforin (floroglusinol terprenilasi)
merupakan kandungan utama yang diperlukan untuk aktivitas antidepresan (Gambar.1).
St John's wort juga mengandung
kandungan biologi aktif lainya, seperti flavonoid. Penelitian lebih lanjut diperlukan
untuk menentukan kandungan lain yang menyebabkan efek antidepresan.
Gambar .1
Efek Farmakologis dan Khasiat
Klinis
Hasil
penelitian biokimia dan farmakologis menyatakan bahwa ekstrak St John's wort menghambat ambilan
sinaptosomal neurotrans-miter, serotonin (5-hidroksitriptamin, 5-HT), dopamin dan
noradrenalin (norepinefrin), dan GABA. Penelitian yang melibatkan sejumlah
kecil sukarelawan pria sehat menunjukkan bahwa ekstrak St John's wort mungkin memiliki efek aktivitas dopaminergik dan
efek terhadap kortisol, yang dapat memengaruhi konsentrasi neurotransmiter
tertentu. Penelitian in vitro
sebelumnya menyatakan bahwa St John's
wort menghambat monoamin oksidase, meskipun penenlitian lainnya tidak
membuktikan hal tersebut.
Penelitian
eksperimental dengan model hewan depresi memberikan bukti yang mendukung efek
antidepresan St John's wort. Bukti
dari uji acak berkendali menunjukkan bahwa sediaan ekstrak St John's wort lebih efektif dari pada plasebo, dan kemungkinan
seefektif antidepresan konvensional dalam mengobati depresi ringan hingga
sedang. Umumnya, diperlukan pengobatan beberapa minggu sebelum terlihat adanya perbaikan
yang nyata. Meskipun demikian, St John's
wort tidak dianjurkan atau tidak sesuai untuk pengobatan depresi berat.
Efek ekstrak St John's wort juga
telah diteliti pada penelitian pendahuluan dengan individu yang mengalami
gangguan afektif musiman dan sindrom pramenstruasi, dan pada pasien dengan
gejala psikogenik yang menyerupai gejala penyakit fisik (lihat American Herbal Pharmacopeia and
Therapeutic Compendium 1997, Barnes et al 2001).
Toksisitas
Ekstrak St John's wort yang telah distandarisasi
umumnya ditoleransi baik jika digunakan pada dosis anjuran selama 12 minggu. Efek
merugikan yang dilaporkan biasanya ringan, antara lain gejala gastrointestinal,
pening, kebingungan dan kelelahan , serta, yang jarang terjadi,
fotosensitivitas (karena kandungan hiperisin). Meskipun demikian, uji klinis St John's wort menunjukkan profil
keamanan jangka-singkat yang lebih baik dibandingkan beberapa antidepresan
konvensional. Muncul kekhawatiran mengenai interaksi antara sediaan St John's wort dan obat resep tertentu, seperti
antikonvulsan, siklos-porin, digoksin, inhibitor HIV protease, kontrasepsi
oral, inhibitor ambilan kembali serotonin yang selektif, teofilin, triptan dan
warfarin. Pasien yang mengonsumsi obat-obat ini harus berhenti menggunakan St John's wort dan pergi kedokter (kecuali
untuk kontrasepsi oral) karena mungkin diperlukan penyesuaian dosis obat resep
tersebut. St John's wort tidak boleh
digunakan selama kehamilan dan menyusui.
Pemastian Mutu dan Analisis
Hiperikum
tercantum dalam Eur. Ph., yang menyatakan bahwa obat ini tidak boleh mengandung
kurang dari 0.08% dari hiperisin total, yang dinyatakan dalam hiperisin,
dihitung dengan pembanding obat kering. Analisis biasanya dilakukan dengan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Kebanyakan produk yang mengandung
ekstrak St John's wort yang sudah
distandarisasi harus tetap distandarisasi kandungan hiperisinnya karena
hiperisin sedikit tidak stabil.
Kava
|
|
Young Piper methysticum
|
|
Kingdom
:
|
|
(unranked)
:
|
|
(unranked)
:
|
|
Order
:
|
|
Family
:
|
|
Genus
:
|
|
Species
:
|
P. methysticum
|
B. Kava,
Kava-kava Rhizoma (Anti Cemas/Hipnotik)
Tumbuhan dan obat
Akar Piper
methysticum (Piperaceae), atau dikenal dengan kava-kava atau kawa, telah lama digunakan di Kepulauan Pasifik
terutama Fiji selama ratusan tahun. Tanaman ini berupa semak pendek dan daun
berbentuk jantung, serta akarnya tebal berkayu yang harus digiling atau dikunyah agar zat-zat aktifnya keluar.
Tanaman kemudian difermentasi untuk dibuat minuman Kava sebagai keperluan upacara, yang menimbulkan efek rileks, dan
disuguhkan kepada tamu-tamu terkemuka (termasuk Paus dan Ratu Inggris). Kava digunakan sebagai obat karena
bersifat menenangkan, dan juga untuk mengobati berbagai keluhan yang berbeda.
Namun, kini kekhawatiran tentang keamanannya mengakibatkan ditariknya produk Kava secara sukarela dari pasaran
(2002).
Kandungan
kimia
Kandungan utama kava adalah senyawa kavalakton (juga
dikenal dengan nama kavapiron), termasuk kavain, dihidrokavain, metistisin,
yangonin dan desmetoksi yangonin.
Efek
farmakologis dan khasiat klinis
Penelitian
in vitro sebelumnya memberikan
data-data yang saling bertentangan mengenai interaksi reseptor ekstrak kava dan isolat kavalakton. Pemikiran
terkini mengungkapkan bahwa kavalakton memperkuat aktivitas reseptor GABAA.
Penelitian tentang pengikatan reseptor lainnya tidak menunjukkan adanya
interaksi dengan reseptor benzodiazepin.Penelitian pada hewan laboratorium yang
diberikan ekstrak kava, atau
kavalakton yang dimurnikan, menunjukkan beberapa aktivitas, termasuk efek
sedatif, relaksan otot dan efek antikonvulsan, serta penghambatan
hipermotilitas yang diinduksi secara eksperimental.
Khasiat ekstrak kava dalam meredakan ansietas didukung
oleh data dari beberapa uji klinis acak berkendali-plasebo. Secara keseluruhan,
uji-uji ini menunjukkan penurunan ansietas setelah 4-12 minggu pengobatan
dengan ekstrak kava pada dosis yang
setara dengan 60-240 mg kavalakton sehari. Uji acak berkendali lainnya pada
pasien ansietas menunjukkan bahwa ekstrak kava
dapat seefektif benzodiazepin tertentu, meskipun masih diperlukan penelitian
lebih lanjut.
Toksisitas
Ekstrak
kava umumnya ditoleransi baik jika
digunakan pada dosis yang dianjurkan untuk periode tertentu (lihat Boonen et al
1988, Cropley et al 2002, Wheatley 2001). Namun, belakangan ini ekstrak tersebut
dikaitkan dengan sekitar 70 kasus hepatotoksisitas, mulai dari uji fungsi
hati
yang abnormal hinggagagal hati (Escheratal 2001). Penilaian mengenai peran
kausal kava diperumit oleh
faktor-faktor lain, termasuk obat lain yang digunakan secara bersamaan yang
menyebabkan toksisitas hati, tetapi sebagai tindakan pencegahan produk kava telah ditarik dari pasaran. Selain
itu, juga terdapat laporan terpisah mengenai kondisi kulit bersisik dan kering yang
dicirikan sebagai 'dermopati kava', yang muncul pada beberapa orang yang
mengingesti terlalu banyak kavalakton untuk waktu yang lama, dan dianggap terjadi
akibat defisiensi niasin.
C. Ginkgo, Ginkgo Folium (Anti dementia)
Tumbuhan dan
obat
Ginkgo,
pohon dara (Ginkgoaceae), merupakan pohon 'fosil' kuno yang berasal dari Cina
dan Jepang serta dibudidayakan di berbagai negara. Tanaman ini sangat kuat dan
dikatakan sebagai satu-satunya yang bertahan dari ledakan nuklir. Daunnya berbentuk
khas, permukaan daun gundul dan memiliki dua lobus, tiap lobus berbentuk
segitiga dengan tulang daun mirip-kipas, halus, menonjol, dan menyebar. Di
Cina, daun digunakan sebagai obat dan buahnya untuk dimakan.
Kandungan kimia
Ginkgo
memiliki dua jenis kandungan kimia utama, keduanya berperan pada aktivitas:
ginkgolida A, B dan C, yang merupakan senyawa lakton diterpen, dan bilobalida;
dan flavonoid, yang paling penting adalah glikosida biflavon seperti ginkgetin,
isoginkgetin, dan bilobetin (Gambar 2). Asam ginkgolat terdapat dalam buah, tetapi
biasanya hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam daun.
Gambar 2
Ginkgo
|
||||||||||||
Daun
ginkgo
|
||||||||||||
|
||||||||||||
|
||||||||||||
Spesies
|
||||||||||||
Ginkgo
biloba L.
|
Efek farmakologis don khasiat
klinis
Penggunaan ginkgo yang paling penting adalah untuk
menurunkan atau mencegah memburuknya ingatan, akibat penuaan dan bentuk ringan
dementia, termasuk tahap-tahap awal penyakit Alzheimer. Tanaman ini
meningkatkan proses kognitif, yang diduga dengan meningkatkan sirkulasi darah
ke dalam otak dan selain itu juga memiliki efek anti radang dan antioksidan. Banyak
penelitian klinis telah dilakukan (sayangnya tidak semua dapat dipertanggungjawabkan),
dan ekstraknya terbukti memperbaiki kinerja mental pada sukarelawan sehat dan
pasien geriatri yang kinerjanya memang sudah melemah. Efeknya terhadap sistem
syaraf pusat (SSP) belum dipastikan, tetapi melibatkan efek terhadap ambilan
neurotransmiter, perubahan reseptor neurotransmiter selama masa penuaan,
iskemik serebral, dan cedera neuronal. Penghambatan nitrogen monoksida mungkin
ikut berperan dalam hal ini (lihat Baron-Rupert et al 2001, Ernst et al 1999,
Rigney et al 1999). Dosis lazim ekstrak ginkgo (terstandardisasi) adalah 120-240
mg per hari.
Toksikologi
Ginkgo
dilaporkan menyebabkan dermatitis dan gangguan gastrointestinal padadosis
besar, meskipun gejala-gejala ini jarang terjadi. Reaksi alergi pada individu
yang sensitif kemungkinan besar akibat memakan buahnya, yakni akibat asam
ginkgolat, yang umumnya tidak terdapat dalam ekstrak daun dan produk ginkgo, atau hanya terdapat dalam jumlah
yang sangat sedikit.
BAB III
PENUTUPAN
A.
KESIMPULAN
Obat
yang bekerja pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain analgesik kerja pusat
(terutama opioid), senyawa antiepileptik dan antiparkinson, Contoh tanaman yang
bekeja dalam sistem syaraf adalah :
-
St. John’s Wort
→ Simplisianya Hipericy Herba
(bagian herba) yang digunakan Antidepresan
-
Kava
→ Simplisia Kava-kava Rhizoma (bagian rimpang) sebagai Anti Cemas/Hipnotik,
digunakan sebagai obat karena bersifat menenangkan, dan juga untuk mengobati
berbagai keluhan yang berbeda
-
Ginkgo →
siplisianya Ginkgo Folium (bagian daun) yang digunakan sebagai Anti dementia,
untuk menurunkan atau mencegah memburuknya ingatan, akibat penuaan dan bentuk
ringan dementia, termasuk tahap-tahap awal penyakit Alzheimer.
B.
SARAN
0 komentar:
Posting Komentar